Selasa, 06 Desember 2011

VIRUS PADA SALURAN PERNAPASAN ATAS

VIRUS PARAINFLUENZA
Virus Para Influenza merupakan virus patogen yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bagian vawah pada anak-anak dan orang dewasa. Virus ini berbentuk sferik atau pleomorfik yaitu mempunyai ukuran yang lebih besar dengan diameter 150-300 nm.

Patogenesis
Proses  infeksi parainfluenza di mulai dari penempelan virus pada reseptor  asam sialat yang terdapat pada permukaan  sel hospes,setelah itu protein mengkatalis  fusi selubung virus dengan membran sel hospes dan terjadi pelepasan selubung virus dan nukleokapsid masuk ke dalam sitoplasma sel hospes.
Sebagian besar penduduk dunia  pernah mengalami infeksi  para influenza,baik berjangkit secara epidemis maupun secara sporadis, trAnsmisi virus melalui beberapa cara antara lain melalui kontak langsung dengan penderita, sekret hidung, saluran pernapasan dan muntahan.

Gejala klinik
Virus parainfluenza bersifat tanpa gejala dan menyerang remaja dan orang dewasa. Masa inkubasi berlangsung antara lain adalah demam, rinitis, faringitis, batuk dan sesak napas. Virus parainfluenza yang paling sering menyebabkan wabah laryngotracheobronhitis adala virus parainfluenza tipe 1 dan tipe 2 terutama pada musim gugur dan awal musim semi. Sedangkan virus parainfluenza tipe 3 menyebabkan bronkitis pada anak anak umur kurang dari kurang dari 2 tahun, sedangakn tipe 4 sering menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.

Diagnosis Laboratorium
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara mendeteksi viral dengan cara radioimunoesai,ELISA,fluoro-imunoesai. Spesimen klinik yang digunakan adalah sekret nasofaring atau swab tenggorokan.
Pemeriksaan antibodi dilakukan dengan uji hambatan hemaglutinasi. Infeksi positif jika terjadi peningkatan 4 kali titer antibodi antara fase infeksi akut dan mas konvalensen.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Terapi suportif yang diberikan antara lain antipiretik dan pelega saluran pernapasan untuk laryngotracheobronchitis. Sedangkan kasus yang sedang dan berat diberika efineprin dan cortikosteroid.
Tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara hidup bersih, mencuci tangan dengan cairan antiseptik dan sabun, serta mencegah terjadinya penularan melalui infeksi nosokomial.


RESPIRATORY SYNCYTIAL VIRUS ( RSV )
Virus ini termasuk dalam famili paramyxoviridae,genus pneumovirus yang di dapatkan pertama kali pada simpanse dan dapat menginfeksi manusia. Partikel virus berbentuk pleomorfik mempunyai ukuran 100-350 nm, mengandung asam nukleat RNA untai tunggal dengan polaritas negatif. Terdiri dari 2 protein nonstruktural dan 8 protein struktural.
Protein selubung terdiri dari 2 glikoprotein yaitu protein F yang berfungsi untuk fusi partikel sel virus dengan sel hospes dan fusi antar sel-sel yang terinfeksi dan sekitarnya sehingga membentuk syncytia an protein G yang berperan penting pada proses penempelan virus dengan sel hospes.

Patogenesis
Virus Respiratory syncytial melekat pada sel mukosa hidung dan saluran pernapasan melalui protein G dan setelah menempel pada mukosa protein F yang terdapat pada selubung virus akan melakukan fusi  dengan membran plasma sel hospes. Virus yang telah bermultiplikasi dapat menyebar dari sel yang terinfeksi dapat menyebar  dari sel yang terinfeksi dari saluran pernapasan atas ke saluran pernapasan bagian bawah dan juga dapat menginfeksi mata.
Endema meningkatkan sekresi musin pada sel-sel mukosa karena adanya nekrosis sel yang dapat menimbulkan debris sehingga terjadi kokritis pada bronkus, sedangkan respon lgE yang meningakat dapat menyebabakan hipersensitifitas yang dapat memperparah infeksi.
Pada bayi sebelum berusia 4 tahun RSV menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah dan  menimbulkan bronkiolitis. Transmisinya seringakali ditularkan secara nosoklomial di rumah sakit.

Gejala klinik
Masa inkubasi berkisar antara 2-8 hari.gejala di mulai dari saluran pernapasan atas yakni demam, rinitis, faringitis sedangkan saluran pernapasan bagian bawah di tandai dengan bronkiolitis dan pneumonia. Infeksi lain antara lain batuk, tachypnea, hipoksemia dan sianosis,yang ditemukan setelah beberapa hari. Pada bayi sering ditemukan sesak napas , laryngotracheobronchitis, rewel dan otitis media. Pada masa kehamilan kurang dari 3 minggu dapat menyebabkan kelainan hati dan janin.

Diagnosis laboratorium
Spesimen klinik berupa bilasan hidung atau swab tenggorokan dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus penyebab infeksi dengan cara imunofluoresensi dan ELISA. Kultur virus dapat dilakukan dengan menggunakan sel Hela, sel Hep-2 dan sel ginjal monyet. Efek sitobatik dapat dilihat pada sel kultur setelah 2-5 hari.

Pengobatan
Pengobatn suportif biasanya dilakukan dengan pemberian infus, oksigen, bantuan pernapasan. Pada infeksi berat pada bayi prematur dan penderita yang imunokompromais diberikan ribavirin dan analog guanosin aerosol.
Pencegahan dilakukan dengan pola hidup sehat. Selalu mencuci tangan dan penggunaan baju pelindung, sarung tangan, tutup kepala dan masker bagi para tenaga kesehatan. Pada bayi yang rentan terhadap RSV diberikan suntikan globuli hiperimun.


ADENOVIRUS
Virus ini pertama kali ditemukan pada adenoid manusia  dari proses isolasi dan kultur sel jaringan.Adenovirus tahan terhadap kondisi lingkungan, pada  pH rendah, enzim empedu dan enzim proteolitik lainnya.sehingga virus ini dapat bereplikasi dengan baik pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Patogenesis
Adenovirus pertama kali menyerang sel epitel mukosasaluran pernapasan dan beberapa sel  lainnya seperti konjungtiva, gastrointestinal dan saluran genitalia. Penempelan virus pada sel hospes melalui protein fiber. Replikasi dan multiplikasi adenovirus dalam sel hospes dapatt menimbulkan kerusakan sel hospes antara lain lisis yang menyebabkan kematian sel,infeksi laten yaitu virus tetap hidup tetapi tidak menimbulkan kematian sel yaitu pada jaringan limfoid, tonsil, adenoid, dan peyers patches, Transformasi onkogenik  pada sel dimana virus dapat berkembang biak tanpa menyebabkan kematian sel hospes.
Gejala Klinik
Adenovirus pada umumnya bersifat subklinik yaitu dapat sembuh dengan sendiri dan menimbulkan respon imun spesifik. Masa inkubasi berkisar antara 2-14 hari. Wabah infeksi adenovirus  sering terjadi  di barak-barak militer, pengguna koolam renang umum, asrama, rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya.
Penularan penyakit melalui percikan pada waktu bicara, batuk atau bersin, melalui fekal-oral dan muntahan. Wabah ini sering terjadi pada akhir musim dingin  dan pada waktu musim panas.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terutama bagi tenaga kesehatan yang merawat penderita, desinfeksi kolam renang umum, sterilsasi peralatan dan alat bantu medis, kebiasaan mencuci dan berperilaku hidup sehat. Pemberian imunisasi dapat dilakukan dengan vaksin oral untuk adenovirus tipe 4,7,21 yang telah tersedia.

RHINOVIRUS
Rhinovirus merupakan virus RNA untai tunggal yang tidak berselubung termasuk dalan famili picornaviridae. Merupakan penyebab penyakit selesma ( common cold )dan infeksi saluran pernapasan atas. Hospes alamiah dari Rhinovirus adalah manusia dan satu-satunya binatang yang peka terhadap rhinovirus adalah simpanse. Rhinovirus galur H hanya berkembang biak lebih stabil pada manusia , Rhinovirus galur M berkembang biak pada sel kera,setelah masuk melalui hidung.
Gejala klinik
Pada manusia hanya terjadi pada saluran pernapasan yang menimbulkan gejala flu biasa. Masa inkubasi berkisar antara 2-4 hari. Gejala umum yang sering terjadi adalah sakit kepala, bersin, suara parau, malaise, hidung terasa tersumbat, batuk, trakeobronkitis dan jarang disertai demam. Rhinovirus juga dihubungkan dengan beberapa kasus bronkopneumonia pada anak-anak dan remaja.
Diagnosis Laboratorium
Cara praktis yang dianjurkan adalah isolasi virus dari sekret nasofaring. Spesimen klinik berupa sekret nosofaring disimpan dalam suhu dingin selama 0.5-3.5 jam untuk mengurangi infektifitas virus. Isolasi pertama rhinovirus bisa dibiakkan pada kultur sel dari ginjal embrio manusia. Kultur sel diploid manusia antara lain sel WI-26 dan WI-38, pertumbuhan optimal adalah rhinovirus dibiakkan berulang menggunakan medium dengan pH netral dan di inkubasi pada 330C. deteksi cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar